Dulu waktu embah masih sugeng (baca:hidup), pernah saya dipesankan -yang menurut saya biasa ajasih, kala itu-. "Sing jembar atine yo, Le" (Berbesar hati ya, Nak).
Beberapa waktu yang lalu, ada peristiwa pembacokan di jalan Timoho, Yogyakarta. Simpel sih sebenarnya. (Cerita ini bukan fiktif namun kebenarannya tidak 100% karena hanya cerita dari mulut ke mulut) sang pelaku yang dalam kondisi setengah mabuk, mem-bleyer motor dari utara ke selatan (jalan selatan rel UIN). Warga sekitar (katanya sih para pemuda situ) ndak terima dengan kelakuan pelaku, sehingga berusaha menghentikan aksi bleyer-bleyer tersebut. Siapa coba yang suka ditegur? di kritik? ditunjukkan kesalahannya? Maka, si pelaku tak terima dengan perlakuan warga. Larilah ia ke **** (salah satu sekolah swasta deket situ), ketemu sama cangkul. Dibawalah cangkul itu hingga sampai di depan CK. Ntah kenapa tiba-tiba saja ia mengamuk, mencangkul (membacok dengan cangkul) salah seorang pengendara motor yang tidak tahu apa-apa hingga babak belur (kabarnya, dilarikan ke rumah sakit, koma dan akhirnya meninggal 3 hari kemudian).
Sepele, kan? Hanya karena tidak jembar atine maka nyawa melayang. Itu hanya seorang manusia jelata yang bisa melayangkan satu nyawa, coba jika penguasa negara tidak jembar atine. Bakal banyak korban pastinya.
Komentar
Posting Komentar